BAB I
PENDAHULUAN
Dulu
orang menduga, sifat seseorang ditentukan oleh sperma pria. Pendapat tersebut
gugur setelah diketahui bahwa baik sperma maupun ovum mempunyai andil yang sama
dalam menentukan sifat seseorang. Ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa
sifat-sifat itu diwariskan melalui darah. Karena itu muncul istilah “darah
biru” untuk keturunan raja dan “darah seni” untuk keturunan seniman. Pendapat
itu juga gugur setelah ditemukan tranfusi darah. Orang yang mengadakan tranfusi
darah dari orang lain tidak pernah mengalami perubahan sifat menjadi seperti pemberi (donor) darah.
Orang yang mendapatkan tranfusi darah dari orang lain, tidak pernah mengalami
perubahan sifat menjadi seperti pemberi (donor) darah.
Sifat-sifat
organisme diwariskan dari induk kepada keturunannya melalui gen. Baik induk
jantan maupun betina mempunyai kemungkinan yang sama dalam mewariskan
sifat-sifatnya. Induk jantan mewariskan separuh sifatnya melalui sperma dan
induk betina mewariskan separuh sifatnya
elalui ovum. Keturunannya mewarisi separuh sifat dari induk jantan dan
separuh dari induk betina. Sifat tersebut dibawa oleh gen.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah hereditas
Tokoh
penemu hereditas adalah G. Mendel Pewarisan sifat atau yang lebih dikenal
dengan hereditas merupakan suatu pewarisan sifat dari induk kepada
keturunannya. Ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat disebut dengan
genetika. Pewarisan sifat itu dapat ditentukan oleh kromosom dan gen.
Untuk
membuktikan kebenaran teorinya, G. Mendel melakukan eksperimen dengan
membastarkan tanaman-tanaman yang memiliki sifat beda. Tanaman yang dipilih
adalah tanaman kacang ercis (Pisum sativum) karena memiliki kelebihan-kelebihan
berikut:
1. mudah melakukan penyerbukan silang
2. Mudah
di dapat
3. Mudah
dipelihara
4. Cepat
berbuah
5. Dapat
terjadi penyerbukan sendiri
6. Banyak
variasi
Pada salah satu percobaannya Mendel menyilangkan tanaman kacang ercis yang
tinggi dengan yang pendek. Tanaman yang dipilih adalah tanaman galur murni,
yaitu tanaman yang kalau menyerbuk sendiri tidak akan menghasilkan tanaman yang
berbeda dengannya. Dalam hal ini tanaman tinggi akan tetap menghasilkan tanaman
tinggi. Begitu juga tanaman pendek akan selalu menghasilkan tanaman
pendek.
Dengan
menyilangkan galur murni tinggi dengan galur murni pendek, Mendel mendapatkan
tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya, tanaman tinggi hasil persilangan ini
dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya memperlihatkan nisbah
(perbandingan) tanaman tinggi terhadap tanaman pendek sebesar 3 : 1. Secara skema, percobaan Mendel dapat dilihat pada
Gambar 2.1 sebagai berikut
P : ♀ Tinggi x
Pendek ♂
DD dd
Gamet D d
ê
F1
: Tinggi
Dd
Menyerbuk
sendiri (Dd x
Dd)
ê
F2
:
GametG
Gamet
E
|
D
|
d
|
D
|
DD
(tinggi)
|
Dd
(tinggi)
|
D
|
Dd
(tinggi)
|
dd
(pendek)
|
Tinggi (D-) : pendek (dd) = 3 :
1
DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1
Gambar
2.1. Diagram persilangan monohibrid untuk sifat tinggi tanaman
Individu tinggi
dan pendek yang digunakan pada awal persilangan dikatakan sebagai tetua
(parental), disingkat P. Hasil
persilangannya merupakan keturunan (filial) generasi pertama, disingkat F1. Persilangan sesama individu F1
menghasilkan keturunan generasi ke dua, disingkat F2. Tanaman tinggi pada generasi P dilambangkan
dengan DD, sedang tanaman pendek dd.
Sementara itu, tanaman tinggi yang diperoleh pada generasi F1
dilambangkan dengan Dd.
Pada diagram persilangan monohibrid tersebut
di atas, nampak bahwa untuk menghasilkan individu Dd pada F1, maka
baik DD maupun dd pada generasi P membentuk gamet (sel kelamin). Individu DD
membentuk gamet D, sedang individu dd membentuk gamet d. Dengan demikian,
individu Dd pada F1 merupakan hasil penggabungan kedua gamet
tersebut. Begitu pula halnya, ketika sesama individu Dd ini melakukan
penyerbukan sendiri untuk menghasilkan F2, maka masing-masing akan
membentuk gamet terlebih dahulu. Gamet yang dihasilkan oleh individu Dd ada dua
macam, yaitu D dan d. Selanjutnya, dari
kombinasi gamet-gamet tersebut diperoleh individu-individu generasi F2
dengan nisbah DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1.
Jika DD dan dd dikelompokkan menjadi satu (karena sama-sama melambangkan
individu tinggi), maka nisbah tersebut menjadi D- : dd = 3 : 1.
Dari diagram itu pula dapat dilihat
bahwa pewarisan suatu sifat ditentukan oleh pewarisan materi tertentu, yang
dalam contoh tersebut dilambangkan dengan D atau d. Mendel menyebut materi yang diwariskan ini
sebagai faktor keturunan (herediter), yang pada perkembangan berikutnya hingga
sekarang dinamakan gen.
B.
Hereditas pada Manusia
Hereditas
pada manusia mempelajari mengenai macam penurunan sifat/kelainan pada manusia.
Penurunan sifat pada manusia dibedakan menjadi dua, yaitu sifat yang terpaut
koromosom tubuh (autosomal), dan sifat yang terpaut kromosom
sex (gonosomal). Sifat yang autosomal manifestasinya dapat
muncul baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Sedangkan sifat yang
gonosomal manifestasinya dipengaruhi oleh jenis kelamin, bisa hanya muncul pada
anak laki-laki saja atau perempuan saja.
1.
Sifat/Cacat Menurun Autosomal
Beberapa sifat/cacat menurun yang terpaut pada
kromosom tubuh (autosom) antara lain sebagai berikut:
a.
Albinisme
Albinisme
merupakan cacat menurun dimana seseorang tidak mempunyai tirosin yang akan
diubah menjadi pigmen melanin. Akibatnya alis, rambut, dan kulit tampak putih
(albino), dan matanya peka terhadap cahaya. Gen penyebab albino bersifat
resesif, sedangkan alel dominannya mengendalikan sifat normal. Seorang anak
albino lahir dari pasangan suami isteri yang masing-masing membawa gen albino
(carrier)
P :
Aa x Aa
F :
AA : normal
2Aa : normal (carrier)
aa : albino
2Aa : normal (carrier)
aa : albino
b.
Thalasemia
Thallasemia
merupakan kelainan dimana sel darah merah seseorang berbentuk tidak
beraturan, kadar Hb sedikit sehingga penderita sering kekurangan oksigen
(hipoksemia). Cacat ini disebabkan oleh gen dominan.
Ada dua
jenis thallasemia, yaitu thallasemia mayor (ThTh) dan thallasemia minor (Thth).
Sel darah merah penderita thallasemia mayor semua berbentuk tidak beraturan dan
umumnya lethal. Sedangkan pada penderita thallasemia minor sebagian sel darah
merahnya berbentuk tak beraturan. Penderita bisa bertahan hidup dengan
melakukan transfusi reguler.
Penderita thallasemia mayor lahir dari
perkawinan antar penderita thallasemia minor.
P : Thth
x Thth
F :
ThTh : thallasemia mayor
2Thth : thallasemia minor
thth : normal
c.
Golongan Darah
Ada banyak
klasifikasi golongan darah, diantaranya adalah golongan ABO, Rhesus, dan MN.
Dua yang pertama memiliki nilai medis, sedang yang terakhir tidak. Ketiga
golongan tersebut ditemukan oleh K. Landsteiner.
Ø Golongan ABO
Golongan ini
membagi golongan darah menjadi empat, yaitu A, B, AB, dan O, didasarkan pada
adanya jenis antigen tertentu pada sel darah yang disebut isoaglutinogen.
Susunan genotif dan kemungkinan gamet yang dibentuk dapat dilihat pada tabel
berikut.
Golongan
darah ABO dikendalikan oleh alela ganda IA, IB, dan IO. IA dan IB kodominan,
dan keduanya dominan terhadap IO.
Contoh: perkawinan antara pria golongan A heterozigot dengan wanita B
heterozigot.
P :
IAIO
x IBIO
G : IA ,
IO
IB , IO
F :
IAIB : golongan AB
IAIO : golongan A
IBIO : golongan B
IOIO : golongan O
Ø Golongan Rhesus
Golongan ini
dinamakan berdasar nama kera dari India, Macacus rhesus, yang dulu sering
digunakan untuk mengetes darah orang.
Golongan
darah ini ada dua yaitu Rhesus + dan Rhesus -. Susunan genotif dan kemungkinan
gamet dapat dilihat pada tabel berikut.
Golongan
Rhesus ini memiliki arti penting pada perkawinan. Bila seorang pria Rhesus +
menikah dengan wanita Rhesus -, kemungkinan anaknya menderita eritroblastosis
fetalis (penyakit kuning bayi).
Contoh: perkawinan antara pria Rh + dengan
wanita Rh -
P : pria
Rhesus +
x wanita Rhesus –
RhRh
rhrh
G :
Rh
rh
F :
Rhrh Rhesus + (eritroblastosis fetalis)
Ø Golongan
MN
Golongan ini
tidak memiliki nilai medis karena hanya dijumpai antigen penentu golongan dalam
eritrosit dan tidak dijumpai antibodi dalam plasma.
Golongan ini
dikendalikan oleh gen IM dan IN kodominan satu sama lain. Susunan genotif dan
kemungkinan gamet dapat dilihat pada tabel berikut.
Contoh: perkawinan antara pria golongan M (homozigot) dengan wanita golongan N (homozigot)
P : pria
golongan M x wanita
golongan N
IMIM
ININ
G
:
IM
IN
F
: IMIN : golongan
MN
2.
Sifat/Cacat
Menurun Gonosomal
Sifat yang
diturunkan terpaut kromosom sex (gonosom) dibedakan menjadi dua, yaitu terpaut
kromosom X dan terpaut kromosom Y. Gen yang terpaut kromosom X dapat diturunkan
pada anak perempuan dan anak laki-laki, tetapi fenotif yang muncul bergantung
pada susunan genotifnya. Sedangkan gen yang terpaut kromosom Y hanya diturunkan
pada anak laki-laki.
A.
Cacat menurun yang terpaut
kromosom X
Dua contoh cacat menurun yang terpaut kromosom X
adalah hemofili dan butawarna.
a. Hemofili
Hemofili
merupakan suatu kelainan dimana darah seseorang sulit untuk membeku. Penyakit
ini disebabkan gen resesif h, sedangkan sifat normal dikendalikan oleh gen H.
Seorang wanita normal memiliki dua gen H pada masing-masing kromosom X. Bila
salah satu kromosom X terdapat gen h, wanita ini termasuk wanita normal tetapi
membawa sifat hemofili (carrier). Bila pada kedua kromosom X terdapat gen h
wanita tersebut menderita hemofili dan umumnya lethal. Pria menderita hemofili
bila pada kromosom X-nya terdapat gen h, dan normal bila terdapat gen H.
Seorang anak laki-laki hemofili dapat lahir dari ibu carrier.
Menurut
sejarah, wanita pertama carrier hemofili adalah Ratu Victoria. Disebut pertama
karena silsilah di atas Ratu Vicotria tidak diketahui. Pangeran Andrew mewarisi
gen ini dari ibunya dan meninggal saat kecelakaan dengan luka yang tidak
seberapa parah.
P : pria
normal x wanita carrier
XHY
XHXh
G : XH,
Y
XH, Xh
F : XHXH
: wanita
normal
XHY : pria normal
XHXh : wanita normal carrier Xhy : pria hemofili
XHXh : wanita normal carrier Xhy : pria hemofili
b. Butawarna (colorblind)
Butawarna
merupakan cacat menurun dimana seseorang tidak bisa membedakan warna. Umumnya
tidak bisa membedakan warna merah dan hijau (dikromatis). Sedangkan pada
butawarna total orang tidak bisa melihat warna. Kelainan ini juga disebabkan
gen resesif c, sedangkan sifat normal dikendalikan gen dominan C.
Anak
perempuan buta warna dapat dilahirkan dari pria butawarna yang menikah dengan
wanita carrier.
P : pria
butawarna
x wanita carrier
XcY
XCXc
G : Xc,
Y
XC, Xc
F : XCXc
: wanita normal carrier
XcXc : wanita butawarna
XCY : pria normal
XcY : pria butawarna
XcXc : wanita butawarna
XCY : pria normal
XcY : pria butawarna
B. Cacat menurun yang terpaut
kromosom Y
Gen-gen yang
terpaut pada kromosom Y hanya diwariskan pada anak laki-laki, oleh karena itu
sering disebut sebagai gen holandrik.
Contoh dari
cacat yang terpaut kromosom Y adalah: hypertrichosis, hystrixgraviour, dan
webbedtoes. Ketiganya disebabkan oleh gen resesif.
Ø
Hypertrichosis
Gen ht yang terdapat pada kromosom Y menyebabkan tumbuhnya rambut di tepi daun telinga. Kelainan seperti ini banyak dijumpai pada para pria Pakistan.
F : XYht : laki-laki hypertrichosis
XYht : laki-laki hypertrichosis
Ø
Hystrixgraviour
Kelainan ini disebabkan oleh gen
hg yang menyebabkan tumbuhnya rambut panjang dan kaku di seluruh tubuh
(penyakit bulu landak). Sifat normal dikendalikan gen Hg.
Ø
Webbedtoes
Merupakan kelainan dimana pada
jari terutama kaki tumbuh selaput seperti kaki katak. Penyebabnya adalah gen
wt, sedangkan sifat normal dikendalikan gen Wt.
C.
Hukum Mendel I (Hukum Segregasi)
Sebelum
melakukan suatu persilangan, setiap individu menghasilkan gamet-gamet yang kandungan
gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Sebagai contoh, individu DD
akan membentuk gamet D, dan individu dd akan membentuk gamet d. Pada individu Dd, yang menghasilkan gamet D
dan gamet d, akan terlihat bahwa gen D dan gen d akan dipisahkan (disegregasi)
ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut.
Prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum
Mendel I.
Hukum Segregasi :
Pada waktu berlangsung
pembentukan gamet, tiap pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing
gamet yang terbentuk.
|
D.
Hukum Mendel II (Hukum Pemilihan
Bebas)
Persilangan
yang hanya menyangkut pola pewarisan satu macam sifat seperti yang dilakukan
oleh Mendel tersebut di atas dinamakan persilangan monohibrid. Mendel melakukan
persilangan monohibrid untuk enam macam
sifat lainnya, yaitu warna bunga (ungu-putih), warna kotiledon (hijau-kuning),
warna biji (hijau-kuning), bentuk polong (rata-berlekuk), permukaan biji
(halus-keriput), dan letak bunga (aksial-terminal).
Selain persilangan monohibrid, Mendel juga
melakukan persilangan dihibrid,
yaitu persilangan yang melibatkan pola perwarisan dua macam sifat seketika.
Salah satu di antaranya adalah persilangan galur murni kedelai berbiji
kuning-halus dengan galur murni berbiji hijau-keriput. Hasilnya berupa tanaman
kedelai generasi F1 yang semuanya berbiji kuning-halus. Ketika
tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri, maka diperoleh empat
macam individu generasi F2, masing-masing berbiji kuning-halus,
kuning-keriput, hijau-halus, dan hijau-keriput dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1.
Jika
gen yang menyebabkan biji berwarna kuning dan hijau masing-masing adalah gen G
dan g, sedang gen yang menyebabkan biji halus dan keriput masing-masing adalah
gen W dan gen w, maka persilangan dihibrid terdsebut dapat digambarkan secara
skema seperti pada diagram berikut ini.
P
: ♀ Kuning, halus x Hijau, keriput ♂
GGWW ggww
Gamet GW gw
ê
F1 : Kuning,
halus
GgWw
Menyerbuk
sendiri (GgWw x
GgWw )
ê
F2
:
Gamet
♂
Gamet
♀
|
GW
|
Gw
|
gW
|
gw
|
GW
|
GGWW
(kuning,halus)
|
GGWw
(kuning,halus)
|
GgWW
(kuning,halus)
|
GgWw
(kuning,halus)
|
Gw
|
GGWw
(kuning,halus)
|
GGww
(kuning,keriput)
|
GgWw
(kuning,halus)
|
Ggww
(kuning,keriput)
|
Gw
|
GgWW
(kuning,halus)
|
GgWw
(kuning,halus)
|
ggWW
(hijau,halus)
|
ggWw
(hijau,halus)
|
Gw
|
GgWw
(kuning,halus)
|
Ggww
(kuning,keriput)
|
ggWw
(hijau,halus)
|
ggww
(hijau,keriput)
|
Dari diagram persilangan dihibrid tersebut di atas
dapat dilihat bahwa fenotipe F2 memiliki nisbah 9 : 3 : 3 : 1
sebagai akibat terjadinya segregasi gen G dan W secara independen. Dengan demikian, gamet-gamet yang terbentuk dapat
mengandung kombinasi gen dominan dengan gen dominan (GW), gen dominan dengan
gen resesif (Gw dan gW), serta gen resesif dengan gen resesif (gw). Hal
inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum pemilihan bebas (the law of independent assortment) atau hukum Mendel II.
E.
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Interaksi
genetik menyebab terjadinya atavisme, polimeri, kriptomeri, epistatis dan
hipostatis, serta komplementer. Interaksi ini menyebabkan rasio tidak sesuai
dengan Hukum Mendel, tetapi menunjukkan adanya variasi.
1.
Atavisme
-->
munculnya suatu sifat sebagai akibat interaksi dari beberapa gen. Contoh
atavisme adalah sifat genetis pada jengger ayam. Ada empat bentuk jengger ayam,
yaitu walnut (R_P_), rose (RRP_), pea (rrP_), dan single (rrpp). Perbandingan
fenotipenya adalah walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
2.
Polimeri
--> bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif atau saling menambah.
Polimeri terjadi akibat interaksi atara dua gen atau lebih sehingga disebut
juga sifat gen ganda. Contoh polimeri terdapat pada percobaan persilangan
gandum, dilakukan H. Nilsson-Ehle yang menghasilkan perbandingan fenotipe 15 :
1.
3.
Kriptomeri
--> sifat gen dominan yang tersembunyi, jika gen tersebut berdiri sendiri,
namun gen dominan tersebut berinteraksi dengan gen dominan lainnya, maka sifat
gen dominan yang tersembunyi sebelumnya akan muncul.Contoh kriptomeri adalah
persilangan pada bunga Linaria maroccana yang menghasilkan perbandingan
fenotipe bunga ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.
4.
Epistatis
dan Hipostatis --> persilangan dimana gen epistatis
memiliki sifat mempengaruhi gen hipostatis. Epistatis dibedakan menjadi
epistatis dominan dimana gen dengan alel dominan menutupi kerja gen lain,
epistatis resesif yaitu gen dengan alel homozigot resesif mempengaruhi gen
lain, epistatis gen dominan rangkap adalah peristiwa dua gen dominan atau lebih
yang bekerja untuk munculnya satu fenotipe tunggal, dan komplementer adalah
interaksi beberapa gen yang saling melengkapi. Interaksi gen tersebut disebut
juga epistatis gen resesif rangkap.
F.
Tautan
dan Pindah Silang
Selain
disebabkan oleh interaksi alel dan gen, penyimpangan hukum Mendel juga dapat
disebabkan oleh tautan dan pindah silang. Hal ini disebabkan organisme memiliki
jumlah gen lebih banyak daripada jumlah kromosom.
1.
. Tautan
Tautan dapat terjadi pada kromosom tubuh maupun kromosom kelamin. Tautan pada
kromosom tubuh disebut juga tautan non-kelamin atau tautan kromosomal dan
tautan kelamin disebut juga tautan seks.
a. Tautan Autosomal --> gen-gen yang
terletak pada kromosom yang sama tidak dapat bersegregasi secara bebas dan
cenderung dapat diturunkan bersama. Seorang ilmuwan Thomas Hunt Morgan
menggunakan lalat buah (Drosophilla) sebagai hewan percobaan. Dalam
percobaannya didapati ada fenotipe tipe tidak normal pada lalat buah, dan
fenotipe tersebut disebut fenotipe mutan, karena karakter-karakter tersebut
berasal dari fenotipe normal yang mengalami mutasi.
b. Tautan Kelamin -->
gen tertaut kelamin adalah gen yang terletak pada kromosom kelamin dan sifat
yang ditimbulkan gen pada kromosom ini diturunkan bersama dengan jenis kelamin.
Ada dua jenis gen tertaut kelamin, yaitu gen tertaut kelamin tidak sempurna
adalah gen-gen yang terletak pada bagian yang homolog, dan gen tertaut kelamin
sempurna adalah gen-gen yang terletak pada bagian yang tidak homolog. Contoh
gen tertaut kromosom X adalah buta warna dan hemofilia. Contoh gen tertaut
kromosom Y adalah hypertrichosis dan keratoma dissipatum.
2. Pindah Silang
Pindah
silang (crossing over) adalah peristiwa pertukaran gen-gen suatu kromatid
dengan gen-gen kromatid homolognya. Peristiwa pindah silang diikuti oleh patah
dan melekatnya kromatid pada waktu profase dalam pembelahan meiosis. Pindah
silang mengakibatkan rekombinasi sehingga dihasilkan kombinasi parental dan
rekombinasi pada fenotipenya. Dalam menghitung presentase tipe rekombinan di
antara keturunan dapat digunakan unit peta, yaitu jarak antara gen-gen untuk
menyatakan posisi realtifnya pada suatu kromosom. Untuk menentukan unit peta
antara gen-gen, terlebih dahulu dihitung nilai pindah silang (nps).
NPS = (jumlah
tipe rekombinan / jumlah individu seluruhnya) x 100%.
BAB III
PENUTUP
Hukum
pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme,
yang kita kenal dengan hukum segregasi dan hukum asortasi bebas, yang telah di
jabarkan oleh Gregor Johann Mendel . Mendel mengatakan bahwa
pada pembentukan gamet
(sel kelamin), kedua gen
induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap
gamet menerima satu gen dari induknya sebagaimana bunyi hukum mendel I, dan
bunyi hukum mendel II, menyatakan bahwa bila dua individu
mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara
bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain.
Hukum keturunan merupakan penambah penting buat pengetahuan manusia, dan
pengetahuan kita tentang genetika mungkin akan lebih dapat dipraktekkan di masa
depan daripada sebelumnya. Ada pula faktor yang tak boleh diabaikan kalau kita
memutuskan dimana Mendel mesti ditempatkan dalam urutan daftar buku ini.
Gregor Johann Mendel, inilah
tokoh yang lahir di Hyncice, Autria, yang berperan penting dalam ilmu Biologi,
khususnya tentang hereditas dan telah dikenal diseluruh dunia dengan Hukum Mendel
nya.
Hukum Mendel
merupakan hukum hereditas yang menjelaskan tentang prinsip-prinsip penurunan
sifat pada organisme. Sebelum menjadi suatu hukum, banyak ahli biologi yang
belum mengakui pendapat atau teori mendel tentang hereditas.
HEREDITAS
DAN HUKUM MENDEL
Disusun
guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Umum
Dosen Pengampu :
Dra. Maizer Said Nahdi, M.Sc
Oleh:
1.
M.
Fathur Rozi (06670026)
2.
Siti
Muawanah (08670022)
3.
Agus
Widodo (11670001)
4.
Awanda
E (11670002)
5.
Arum
Pangesti (11670003)
6.
Dian
Ayu P (11670004)
PRODI PENDIDIKAN
KIMIA
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI YOGYAKARTA
2011/2012
Posting Komentar